History of the Air Max Plus

Sean McDowell, adalah seorang desainer sepatu legendaris di Nike, selain menanggung beban sebagai kepala kreatif Nike pas Olimpiade 2008 di Beijing, doi juga yang bertanggung jawab buat perkembangan teknologi 'Free Run' dan 'Lunar' sole. Tapi sebelum semua itu terjadi, awalnya Sean direkrut Nike tahun 1997, dan waktu itu ia dikasih tugas buat ngelanjutin sebuah project gede antara Nike dan Footlocker -salah satu retail terpenting untuk Nike saat itu. Brief nya kira-kira begini: "Pokonya gue pengen running shoes dengan bentuk yang baru banget, ga pernah ada sebelomnya, dan harus bisa bawain teknologi terbaru Nike: 'Tn' atau 'Tuned Air' , swoosh nya jangan pake embel" petir ya, jangan asal niru juga, pokonya kudu baru, titik". Oke, gue cuman becanda soal kalimat akhir barusan. Tapi bener" bukan tugas mudah buat Sean (bukan Sean Wotherspoon yak, camkan.) saat itu, ditambah Footlocker udah nge-reject lebih dari selusin desain yang disubmit pihak Nike sebelum doi masuk.
Tapi Sean punya sesuatu yang lain, sebelum bekerja di Nike.. Doi kebeneran tinggal di wilayah Florida (ya kalo disini semacem Priok lah..) , dimana ia banyak menghabiskan waktu di pantai dengan sketchbook nya. Pemandangan pantai Florida yang didominasi pohon palem menjadi inspirasi terbesarnya. Siluet lambaian pohon palem yang tertiup angin bisa dijadikan sebuah quarter-panel (sisi samping sepatu) yang bisa memberikan stability lebih di kaki.. pikirnya saat itu.

  Proses kreatif ini berlanjut hingga pertemuan dengan pihak Footlocker, yang sebetulnya memberi nama project sepatu ini 'Sky Air'. Nama ini juga yang memberi inspirasi Sean untuk menuangkan gradasi warna biru, orange, dan ungu. Hal yang menjadi iconic ketika dua warna tersebut dibalut oleh 'exoskeleton' atau cage yang terinspirasi dari palm trees alias pohon palem tadi. Selain itu, satu hal yang mencolok adalah adanya sebuah panel mirip 'buntut ikan paus' yang memanjang dari bawah sole hingga ke midsole. Karena kibasan buntut ikan paus ini merupakan sesuatu yang iconic buat doi. Sebuah hal yang menarik karena di Perancis, sneakerhead sana menyebut sepatu ini dengan julukan 'la requin' atau 'the Shark shoe'..doo doo do dooo...
 
Fakta menarik lain dari sepatu ini adalah ukuran 'swoosh' Nike yang lebih panjang dan lebih slim, karena saat itu Sean belum pernah sama sekali bikin logo swoosh, dan template atau 'mal' nya pun gak ada. Wow. Tapi tantangan gak brenti disitu, sketsa asli Sean dengan pemilihan warna gradasi menjadi perdebatan, karena banyak opini dari pihak intern Nike sendiri kalo nyari material kayak gitu tuh susah. Tapi Sean gak nyerah, dan dia inget juga kalo dulu dia sering pake Nike Flame spike, which is sodaraan deket sama Nike Omega Flame. Dari dua sepatu itu doi berkesimpulan kalo material uppernya bisa dibuat dengan cara sublimasi, mirip dengan cara Nike kalo bikin lini apparel nya. OK case closed, but wait...tantangan selanjutnya adalah pas waktu mau masuk proses produksi, cage bagian upper desain Sean yang rumit, memaksa upper sepatu mesti dibikin dengan 'thin welded TPU (Thermoplastic Urethane)', sebuah cara modern yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Gak paham? Then see this. Jadi bisa dibilang ini sepatu menjembatani revolusi cara produksi Nike dari 'Old Way' ke cara yang lebih modern.
Hal unik lain adalah dari marketing sepatu ini sendiri, alih-alih pakai publikasi yang jor-joran, pihak Footlocker milih buat nge-display sepatu ini di toko mereka, terutama yang deket sama sekolahan, dan nunggu respon dari customer yang liat. Gak lebih dari 5-10 menit setelah dipajang, orang-orang pun mulai ngoceh dan sibuk nanya pihak toko, 'Ni sepatu apaan sih? Kok keren banget..?' , 'ni sepokat dijual gak sih? berapa duit?' dan seterusnya sampe akhirnya Nike Air Max Plus ini terkenal. Terutama di Eropa. Kok bisa ya? hehe.. jadi, waktu itu sepatu ini dibandrol seharga $125, dan jadi salah satu yang termahal untuk ukuran running shoes saat itu di Footlocker. Sebetulnya harganya sama sih ama Air Max 98, tapi dengan tawaran teknologi yang lebih modern, dan juga jadi Footlocker exclusive, Nike Air Max Plus jadi punya follower lebih banyak, dan juga jadi simbol status sosial saat itu.

Terakhir, meski sempet down, bertahannya rezim Air Max Plus selama dua dekade lebih patut diapresiasi. Nike Air Max Plus punya satu tempat tersendiri sendiri di family tree running shoes Nike, turunannya pun bermunculan seperti Air Max Plus II, III, IV, sampai X (mungkin lain kali akan kita bahas). Dan 2018 kemarin Nike meneruskan legacy Air Max Plus ini dengan variasi sole Vapormax, yang bisa dibilang teknologi sole paling advanced sekarang ini, inovasi yang persis seperti apa yang dilakukan Air Max Plus Tn dua puluh tahun silam. Dan bukan tidak mungkin, seiring dadshoes wave yang masih kencang, siluet lain dari keluarga Air Max Plus ini akan dirilis ulang oleh Nike, baik dalam bentuk baru ataupun retro. Let's keep patiently waiting...


Komentar

Postingan Populer

Total Tayangan Halaman

Buku Tamu